Seorang lelaki
tua renta tinggal di sebuah rumah pertanian. Sudah beberapa hari ini
waktunya lebih banyak dihabiskan duduk termenung memandangi ladang yang
kosong. Tenaganya sudah habis, ia hanya mampu menggali sedikit setiap
hari sebelum ditanami kentang lagi. Istrinya sudah lama meninggal, anak
semata wayangnya kini mendekam di penjara karena terlibat revolusi
melawan pemerintah.
Akhirnya lelaki tua ini menulis secarik surat untuk anaknya:
Tegar, berapa lama lagi kamu harus
mendekam di tahanan? Ayah kuatir tak sanggup menunggu hingga kamu bebas.
Kamu tahu, kita hanya punya ladang sebagai penyambung hidup. Tetapi
tenaga ayah sudah tak kuat lagi menggali tanah untuk ditanami kentang.
Seandainya kamu ada di sini, hanya kamu yang masih punya tenaga untuk
membantu ayah.
Ayahanda
Dua hari kemudian, datang telegram dari Tegar, anaknya:
Ayah, jangan gali tanah di ladang. Ada timbunan senjata saya sembunyikan.
Ayahnya kaget mendengar kabar ini. Ia
pun tak bisa tidur semalaman, ngeri membayangkan apa yang terjadi.
Kekhawatirannya terbukti, beberapa jam kemudian mobil-mobil polisi telah
mengepung rumahnya. Pasukan tersebut membawa cangkul dan langsung
menggali di setiap sudut ladang. Nihil. Tak ditemukan apa-apa. Mereka
kembali pergi meninggalkan rumah lelaki tua ini.
Dengan penuh kebingungan, lelaki tua ini pergi ke kantor pos dan mengirim telegram untuk anaknya:
Tegar, ayah tak mengerti. Apa maksudmu?
Selang beberapa jam kemudian, Tegar membalas pesan ayahnya:
Sekarang ayah bisa menanam kentang.
Tanah sudah digali berkat bantuan polisi. Hanya ini yang bisa saya
lakukan untuk menolong ayah. Salam sayang, Tegar.
See... untuk menunjukkan cinta dan
kasih sayang, tak selamanya kita harus hadir di hadapan orang yang kita
cintai, Sob. Walau terpisah jarak, masih banyak cara untuk membuktikan
dan memberi kasih sayang. ^__^
(apakabardunia.com)
kisah yang penuh pelajaran...
BalasHapus