Burung walet merupakan burung yang hidup di
daerah yang beriklim tropis lembab, dan merupakan burung pemakan serangga yang
suka tinggal di dalam gua-gua dan rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang
dan sampai gelap dan menggunakan langit-langitnya utk membangun sarang dan
berkembang biak.
Burung walet dikelompokkan dalam 2 genus
yaitu Aerodramus (9 spesies) dan Collocalia (2 spesies). Dari 11 jenis hanya terdapat 3 spesies
menghasilkan sarang yang bisa dimakan, yaitu Aerodramus fuciphagus, A.
maximus, A. germani.
Nama walet memang sudah tidak asing di
telinga setiap orang karena harga
jual sarangnya yang tinggi. Satu kilogram sarang walet bisa dihargai 15-20 juta
rupiah. Sarang walet dapat dijadikan salah satu komoditas ekspor yang bisa
diandalkan. Ekspor sarang walet dari Indonesia masih lebih besar dibandingkan
dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Filipina. Cina dan Hongkong
merupakan konsumen tetap sarang burung walet dari Indonesia. Dari Hongkong,
komoditas ini kemudian disebarkan ke Asia Tengah, Eropa, Afrika, hingga
Amerika. Awalnya sarang walet diperoleh dari hasil tangkapan alam, yakni
berasal dari gua-gua yang berada di dekat pantai. Perburuan sarang walet gua di
Indonesia diperkirakan sudah berlangsung sejak tahun 1700-an. Dimulai dari gua
Karangbolong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, lalu menyebar ke daerah lain
seperti Gresik dan Tuban di Jawa Timur, serta Rembang, Tegal, Semarang, dan
Lasem di Jawa Tengah. Perburuan paling intensif terjadi di sekitar pantai utara
Pulau Jawa yang populasi penduduknya padat dan lokasi gua walet yang mudah
dicapai. Akibatnya, ketersediaan sarang walet di alam semakin menipis. Selain
karena perburuan liar, habitat walet juga terancam oleh adanya aktivitas
penambangan yang dilakukan secara serampangan.
Banyaknya habitat yang rusak memaksa walet
mencari tempat baru untuk berkembang biak. Salah satu tempat yang diincarnya
adalah bangunan atau gedung-gedung kosong yang berlokasi di dataran rendah. Hal
inilah yang kemudian mengilhami para pebisnis walet untuk membangun gedung
kosong, dengan harapan ada kawanan walet yang menempati gedung tersebut. Namun,
untuk memancing walet masuk ke gedung bukan perkara mudah. Perlu perlakuan
khusus agar walet tergoda dan mau hinggap ke dalam gedung. Jika merasa nyaman,
walet akan mengajak kelompoknya untuk berkembang biak di habitat buatan
tersebut.
Empat keuntungan membudidayakan Walet :
1. Lokasi budi daya lebih "aman" karena milik
pribadi.
2.
Banyaknya sarang lebih bisa diperkirakan.
3.
Proses pemanenan lebih mudah dilakukan.
Risikonya jauh lebih kecil
4.
Dibandingkan dengan mengambil sarang
langsung dari alam. Kualitas panen yang dihasilkan jauh lebih baik daripada
kualitas sarang hasil berburu di gua.
Taksonomi Walet
Bedasarkan taksonominya walet digolongkan sebagai
berikut.
Kingdom :
Animalia
Fillum :
Chordata
Subfillum :
Vertebrata
Kelas :
Aves
Ordo :
Apodiformes
Familia :
Apodidae
Genus :
Collocalia
Spesies : Collocalia sp., Aerodramus sp.
Walet Sarang Putih (Aerodramus fuciphagus)
Kata A. Fuciphagus berasal dari bahasa latin. Fuci
berarti lumut (fuci)
kata jamak dari (fucus) dan
phagus yang
berarti makan. Burung ini membuat sarang dengan memanfaatkan lumut dari dinding gua, lalu direkatkan
dengan air liurnya. Walet putih paling sering diburu untuk diambil sarangnya.
Walet jenis ini sering disebut juga white-nest swiftlet karena memiliki sarang yang berwarna putih.
Ukuran tubuhnya relatif kecil, sekitar 12
cm. Tubuh bagian atas berwarna cokelat kehitaman, dan bagian bawahnya berwarna
cokelat. Daerah penyebarannya meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara
Kalimantan, Palawan, hingga Filipina. A. Fuciphagus yang ditemukan di
Jawa umumnya memiliki tunggir (bulu pantat) berwarna cokelat keabu-abuan.
Sementara A. Fuciphagus yang hidup di Sumatera dan Kalimantan dari ras vestita
tunggirnya berwarna cokelat tua.
Aerodramus fuciphagus memiliki kemampuan terbang yang lebih kuat dibandingkan
dengan spesies lainnya. Gaya terbang walet putih ketika mencari mangsa tampak
kaku, mirip dengan spesies Aerodramus vanikorensis dan C. esculenta. Spesies
ini memiliki lengking suara "tsyiir" yang sangat khas. Umumnya, A. fuciphagus mendiami
tempat-tempat seperti gua kapur dan celah pada batu karang pantai.
Walet Sarang Hitam (Aerodramus maximus)
Penampilan fisik A.maximus sepintas mirip dengan A. fuciphagus. Namun, jika diperhatikan dengan
seksama, ada titik perbedaan pada kedua burung ini, yakni terletak pada warna
tunggir atau bulu di bagian pantatnya. A. Maximus memiliki bulu tunggir yang berdegradasi, dari keabu-abuan hingga
cokelat kehitaman. Panjang tubuhnya 15 cm, belahan ekor tidak dalam, dan
memiliki postur badan agak gemuk. Selain itu, burung ini juga mempunyai
bulu-bulu halus di sekitar kakinya. Bulu-bulu inilah yang membedakannya dengan
spesies walet yang lain.
Aerodramus maximus sering disebut juga black-nest swiftlet atau
walet sarang hitam. Pasalnya, sarang yang dihasilkan burung ini cenderung
berwarna lebih gelap atau tidak seputih sarang A. fuciphagus. Hal ini
disebabkan sarang walet hitam lebih banyak mengandung bulu daripada air
liurnya. Karena itu, nilai jualnya tidak setinggi harga sarang walet putih.
Walet sarang hitam banyak dijumpai di daerah
pantai berkarang dan perkotaan. Umumnya menempati bangunan kosong atau kolong
jalan layang. Daerah penyebarannya meliputi bagian timur Pegunungan Himalaya,
Filipina, Palawan, Kalimantan, Sumatera, dan jawa.
Karakteristik dan Kebiasaan Hidup
Walet merupakan burung pemangsa serangga
yang bersifat aerial dan suka meluncur. Sayapnya yang berbentuk sabit, sempit,
dan runcing mendukung burung ini untuk terbang lebih cepat. Namun, walet
termasuk burung yang tidak pernah hinggap di pohon. Kakinya yang pendek dan
lemah menyebabkan burung ini tidak dapat bertengger di dahan atau batang pohon.
Hidupnya lebih banyak dihabiskan di dalam gua-gua atau rumah-rumah yang lembap,
remang-remang, sampai gelap.
Walet hanya keluar saat mencari makan dan
tidak pernah menetap di tempat terbuka. Karenanya, burung ini juga sering
mendapat julukan swifts atau burung layang-layang. Jika sedang istirahat, walet akan bergantung
di sarang dengan cara mencengkramkan kuku kakinya yang tajam ke sarangnya.
Namun, jika sampai
jatuh ke tanah atau lantai,
walet tidak dapat mengentakkan kakinya sebagai tumpuan sehingga lama-kelamaan
burung ini mati kehabisan tenaga karena terus berusaha untuk terbang.
a. Perkembangbiakan
Walet berkembang biak sepanjang tahun. Musim
berbiak ditandai dengan banyaknya kawanan walet yang saling berkejaran dan
mengeluarkan nyanyian untuk menarik hati lawan jenisnya. Namun walet memilih
musim kawin dan berkembang biak menjelang musim hujan. Hal ini disebabkan
populasi serangga sebagai sumber makanan walet sangat melimpah pada musim ini.
Kebanyakan walet berkembang biak dua kali dalam setahun, yakni pada musim
kemarau dan musim hujan.
Proses perkawinan biasanya berlangsung pada
malam hari ketika walet telah kembali ke dalam gua atau rumah burung walet. Namun,
ada kalanya walet melakukan perkawinan di udara. Setelah 5-8 hari masa
perkawinan, walet betina akan bertelur. Dalam satu kali masa bertelur, walet
mampu menghasilkan dua butir telur. Interval keluarnya telur pertama dan kedua
berselang 2-3 hari. Selanjutnya, telur-telur ini akan dierami selama 1 5-1 7
hari.
Setelah menetas, anak walet akan diasuh
induknya sekitar 40 hari hingga siap terbang. Selanjutnya, anak walet mencari
serangga makanannya bersama-sama dengan induk dan koloninya.
Tabel Fase perkembangbiakan wallet
Periode
|
Bulan
|
Perkembangbiakan
|
1
|
Awal Februari
|
Walet mulai bertelur
|
Awal - Akhir Maret
|
Sebagian besar walet
sedang dan masih bertelur
|
|
Awal April
|
Sebagian kecil walet
masih bertelur
|
|
Mei - Juli
|
Walet-walet muda mulai
terbang
|
|
Desember -
Februari
|
Walet-walet muda
memasuki fase produksi
|
|
2
|
Awal September
|
Walet muda bertelur
|
Awal - Akhir
Oktober
|
Sebagian besar walet
sedang dan masih bertelur
|
|
Desember - Februari
|
Walet-walet mulai
terbang
|
|
Juli-Agustus
|
Walet-walet muda
memasuki fase reproduksi
|
b. Ekolokasi
Seperti halnya kelelawar, walet juga mampu
melakukan ekolokasi, yakni kemampuan mengeluarkan suara berfrekuensi tertentu
secara terputus- putus dan kemudian menangkap, kembali pantulan suara tersebut
untuk menentukan jarak dan letak sebuah benda yang memantulkannya. Kemampuan
ini memungkinkan walet untuk terbang di tempat yang gelap. Namun, ekolokasi
yang dimiliki walet berbeda dengan ekolokasi yang dimiliki kelelawar. Ekolokasi
pada walet biasanya disertai dengan suara "lengkingan" yang mampu didengar
oleh telinga manusia, sedangkan kelelawar hanya mengeluarkan suara infrasonic
berfrekuensi rendah yang tidak mampu didengar manusia.
Suara lengkingan pada walet dihasilkan oleh
organ yang terletak di belakang tenggorokan yang disebut cyrinx. Selain untuk mendeteksi keberadaan benda
dan untuk menemukan sarang, ekolokasi pada walet juga digunakan untuk
berkomunikasi dan memberikan peringatan kepada walet lain agar tidak mendekati
sarangnya. Namun, tidak semua jenis
walet memiliki kemampuan ini. Beberapa spesies yang memiliki kemampuan
ekolokasi adalah walet sarang putih (A.fuciphagus),walet sarang hitam (A.
maximus),dan walet papua (A. Papuensis).
Habitat Asli
Tempat tinggal setiap walet umumnya
berbeda-beda. Beberapa spesies walet memanfaatkan lubang di dinding batu
karang, tembok-tembok gedung, ataugua-gua sebagai tempat berkembang biak.
Bahkan, ada spesies walet yang sengaja bersarang di gua-gua yang letaknya tepat
di belakang air terjun. Untuk masuk dan keluar dari gua tersebut, walet harus
terbang menerobos air terjun.
Walet putih (A.fuciphagus) merupakan
burung penghuni daerah gelap (darkzone). Karena itu, habitat yang
diinginkan adalah lokasilokasi yang tidak terjangkau paparan sinar matahari
dengan kisaran suhu yang relatif stabil. Tidak mengherankan jika gua-gua
menjadi tempat tinggal utama pilihan burung ini.
Umumnya, walet putih banyak dijumpai di
dalam gua-gua alam yang dikelilingi hutan lebat. Dalam membuat sarang, walet hanya
memanfaatkan bagian dinding gua yang bertekstur khusus berupa tonjolan-tonjolan
dan lekukanlekukan dangkal, serta memiliki kadar air yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan kadar air di bagian dinding lainnya. Iklim mikro di sekitar
gua yang menjadi habitat walet suhunya 24-27° C dengan kelembapan 85-95%.
Berikut ini beberapa bagian gua yang sering dihuni walet.
1. Area berputar-putar (roving area), yakni
lapangan tempat walet berputar-putar sebelum memasuki gua.
2.
Ruang berputar (roving room), yakni tempat walet berputar-putar
sebelum keluar dari gua.
3. Ruang ini terletak di dekat mulut gua
bagian dalam. Ruang istirahat (rest
room), yakni ruang
tempat walet beristirahat, membangun sarang, dan berkembangbiak. Letaknya
berada di dalam gua.
Jenis-jenis Sarang Walet dan Mutunya
Sarang walet dihasilkan dari air liur walet.
Air liur tersebut diproduksi oleh kelenjar saliva yang berada di bawah lidah.
Sebelum melakukan perkawinan, walet betina dan jantan membuat sarang secara
bersama-sama. Umumnya, walet jantan menghasilkan rajutan air liur lebih panjang
dibandingkan dengan walet betina. Selanjutnya, rajutan air liur itu dibentuk
mirip mangkuk kecil dan direkatkan di dinding-dinding gua. Tidak seluruh spesies walet dapat menghasilkan
kualitas sarang yang baik. Tingginya
kualitas sarang walet biasanya ditentukan oleh kandungan kemurnian liurnya.
Berdasarkan nilai jualnya, sarang walet merah merupakan sarang termahal,
kemudian disusul oleh sarang putih, sarang kuning, sarang biru, dan sarang
hitam.
a.
Sarang Merah (Sarang Darah)
Ukuran sarang jenis ini cukup besar,
diameternya 9 cm dengan bobot mencapai 9-10 gram. jika ditimbang, dalam satu
kilogram berisi 110-115 sarang. Umumnya, terdapat dua jenis sarang merah yang
dikenal masyarakat, yakni sarang merah bersifat permanen dan tidak permanen. Sarang
berwarna merah bening permanen dianggap paling baik kualitasnya dan dipercaya
berkhasiat obat, sedangkan sarang merah tidak permanen dianggap kurang baik
kualitas karena warna sarang akan berubah setelah 2-3 bulan dipanen. Selain
berkhasiat obat, penyebab lain mahalnya sarang walet merah adalah waktu
panennya yang jauh lebih lama dibandingkan dengan sarang walet jenis lain.
Proses sarang putih menjadi sarang merah alami
membutuhkan waktu yang relatif lama, yakni
sekitar 6 bulan. jauh lebih lama
dibandingkan dengan sarang jenis lain
seperti sarang putih yang bisa dipanen
setelah 1-2 bulan.
b.
Sarang Putih (Sarang Perak atau Sarang Kristal)
Sarang putih biasanya didapat dari gedung
walet yang pengelolaan-nya dilakukan dengan baik. Biasanya diperoleh melalui
metode panen rampasan dan panen buang telur. Harga sarang putih dibedakan
berdasarkan ukuran dan kebersihannya. Nilai jualnya relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan sarang kuning atau sarang hitam.
c. Sarang Kuning
Sarang kuning berasal dari sarang putih yang
dalam proses pembentukannya mengalami perubahan warna akibat proses kimiawi.
Perubahan warna kuning biasanya disebabkan oleh reaksi warna antara dinding gua
tempat menempelnya sarang, kelembapan udara yang terlalu tinggi, atau pengaruh
tetesan air yang jatuh ke sarang. Kadang-kadang, sarangyang berasal dari gedung
walet juga bisa berwarna kuning. Beberapa faktor penyebabnya antara lain
pemanenan yang terlambat dilakukan, kelembapan udara yang terlalu tinggi,
pencemaran dari tempat menempelnya sarang, serta tahap pemrosesan dan
penyimpanan yang tidak baik. jika dilihat dari nilai jualnya, harga sarang
kuning cukup rendah. Untuk meningkatkan kualitasnya, sarang kuning harus dicuci
hingga sarang berwarna putih kembali.
d. Sarang Biru
Sarang jenis ini biasanya dihasilkan dari
air liur walet yang bermutu rendah. Hal ini disebabkan pakan yang dikonsumsi
walet kualitasnya kurang baik, misalnya serangga yang diburu walet sudah
terkontaminasi limbah pabrik, atau bisa juga air yang diminum sudah tercemar polusi.
Selain itu, sarang biru juga dihasilkan dari sarang putih yang mengalami
perubahan warna akibat sering terkena air atau kelembapan udara yang terlalu
tinggi di dalam gua atau rumah walet.
e.
Sarang Hitam
Sarang walet hitam sering ditemukan di dalam
gua. Terbuat dari campuran air liur
dengan bulu walet. Sarang ini dihasilkan oleh spesies A. maximus. Dibandingkan
dengan sarang walet lain, mutu sarang walet hitam dianggap paling rendah.
Khasiat dan Manfaat Sarang Burung Walet
Salah satu hal yang menyebabkan orang
tergiur untuk mengonsumsi makanan yang terbuat dari sarang burung walet adalah
khasiatnya yang bisa menjaga vitalitas dan menyembuhkan berbagai penyakit,
termasuk penyakit berat seperti kanker. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh para pakar kesehatan diketahui bahwa sarang walet mengandung 17 asam
amino, baik asam amino esensial, semi-esensial, maupun non-esensial. Sementara
itu, Mardiastuti et al (1996) dalam laporannya menyebutkan, di dalam sarang
walet terkandung 8,1% N; 0,02% P; 1,7% K; 1,6% Ca; 13,8% karbohidrat; 0,9%
lemak; 0,29% serat kasar; 50,8% protein; 1Ij% abu; 19,9% air; 2,3 mg/g vitamin
C; 9,1 IU/g vitamin A; dan 2,5 mg/g Niacin.
Menurut dr Cheng Ce, spesialis kanker dari
Sekolah Kedokteran Tradisional di Provinsi Henan, Cina, mengatakan liur dari
kelenjar glandula sub-lingualis walet terbukti dapat meningkatkan daya tahan
tubuh (food supplement), tetapi tidak mengobati penyakit. Dengan
mengonsumsi sarang walet secara rutin dapat menstimulus kinerja organ-organ
tubuh menjadi lebih baik.
Beberapa manfaat lain sarang burung walet
adalah mencegah serangan bakteri, memelihara kecantikan tubuh, anti-aging, menghilangkan
pengaruh alkohol, dan meningkatkan konsentrasi. Kandungan kalsium yang
terkandung dalam sarang burung walet juga berguna untuk mencegah pengeroposan
tulang.
Walet diketahui mengandung protein yang cukup tinggi. Kandungan protein yang berasal dari sarang
walet dapat berfungsi sebagai zat pembangun yang bertugas membentuk sel-sel dan
jaringan baru yang berperan aktif selama proses metaboli sme di dalam tubuh.
Protein yang berasal dari sarang walet juga memiliki ikatan senyawa yang lebih
kompleks daripada protein nabati. Bahkan, salah satu senyawa turunannya, yakni
azitothymidine, telah diteliti mampu melawan virus HIV.
Potensi Ekonomi
Walet
- Harga pasar gelap Rp5 juta per kg.
- Harga resmi bisa mencapai Rp37 juta per kg.
- Potensi ekspor sarang burung walet diperkirakan bisa mencapai Rp6 triliun.
- Potensi ekspor sarang burung walet Indonesia mencapai 200 ton per tahun. Sedangkan produksinya bisa mencapai 400 ton per tahun.
- Walet produk Indonesia hampir 90% nya untuk kebutuhan ekspor.
- Konsumen terbesar SBW adalah China, sekitar 60%-70 % ekspor Indonesia diserap oleh China
- Harga rata-rata kisaran sarang walet mentah sebelum proses sekitar US$ 1500. Tetapi setelah diproses bisa mencapai US$ 2.500 bahkan lebih.
Apakah bisnis rumah untuk sarang walet masih bagus untuk saat ini?
BalasHapusiya Inshaa Allah masih bagus utk saat ini...
Hapus