Halaman

Jumat, 02 November 2012

BURUNG WALET


Burung walet merupakan burung yang hidup di daerah yang beriklim tropis lembab, dan merupakan burung pemakan serangga yang suka tinggal di dalam gua-gua dan rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang dan sampai gelap dan menggunakan langit-langitnya utk membangun sarang dan berkembang biak.
Burung walet dikelompokkan dalam 2 genus yaitu Aerodramus (9 spesies) dan Collocalia (2 spesies).  Dari 11 jenis hanya terdapat 3 spesies menghasilkan sarang yang bisa dimakan, yaitu Aerodramus fuciphagus, A. maximus, A. germani.
Nama walet memang sudah tidak asing di telinga setiap orang karena harga jual sarangnya yang tinggi. Satu kilogram sarang walet bisa dihargai 15-20 juta rupiah. Sarang walet dapat dijadikan salah satu komoditas ekspor yang bisa diandalkan. Ekspor sarang walet dari Indonesia masih lebih besar dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Filipina. Cina dan Hongkong merupakan konsumen tetap sarang burung walet dari Indonesia. Dari Hongkong, komoditas ini kemudian disebarkan ke Asia Tengah, Eropa, Afrika, hingga Amerika. Awalnya sarang walet diperoleh dari hasil tangkapan alam, yakni berasal dari gua-gua yang berada di dekat pantai. Perburuan sarang walet gua di Indonesia diperkirakan sudah berlangsung sejak tahun 1700-an. Dimulai dari gua Karangbolong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, lalu menyebar ke daerah lain seperti Gresik dan Tuban di Jawa Timur, serta Rembang, Tegal, Semarang, dan Lasem di Jawa Tengah. Perburuan paling intensif terjadi di sekitar pantai utara Pulau Jawa yang populasi penduduknya padat dan lokasi gua walet yang mudah dicapai. Akibatnya, ketersediaan sarang walet di alam semakin menipis. Selain karena perburuan liar, habitat walet juga terancam oleh adanya aktivitas penambangan yang dilakukan secara serampangan.
Banyaknya habitat yang rusak memaksa walet mencari tempat baru untuk berkembang biak. Salah satu tempat yang diincarnya adalah bangunan atau gedung-gedung kosong yang berlokasi di dataran rendah. Hal inilah yang kemudian mengilhami para pebisnis walet untuk membangun gedung kosong, dengan harapan ada kawanan walet yang menempati gedung tersebut. Namun, untuk memancing walet masuk ke gedung bukan perkara mudah. Perlu perlakuan khusus agar walet tergoda dan mau hinggap ke dalam gedung. Jika merasa nyaman, walet akan mengajak kelompoknya untuk berkembang biak di habitat buatan tersebut.
Empat keuntungan membudidayakan Walet :
1.      Lokasi budi daya lebih "aman" karena milik pribadi.
2.      Banyaknya sarang lebih bisa diperkirakan.
3.      Proses pemanenan lebih mudah dilakukan. Risikonya jauh lebih kecil
4.      Dibandingkan dengan mengambil sarang langsung dari alam. Kualitas panen yang dihasilkan jauh lebih baik daripada kualitas sarang hasil berburu di gua.
Taksonomi Walet
Bedasarkan taksonominya walet digolongkan sebagai berikut.
Kingdom         : Animalia
Fillum              : Chordata
Subfillum        : Vertebrata
Kelas               : Aves
Ordo                : Apodiformes
Familia            : Apodidae
Genus              : Collocalia
Spesies                        : Collocalia sp., Aerodramus sp.
Walet Sarang Putih (Aerodramus fuciphagus)
Kata A. Fuciphagus berasal dari bahasa latin. Fuci berarti lumut (fuci) kata jamak dari (fucus) dan phagus yang berarti makan. Burung ini membuat sarang dengan memanfaatkan lumut dari dinding gua, lalu direkatkan dengan air liurnya. Walet putih paling sering diburu untuk diambil sarangnya. Walet jenis ini sering disebut juga white-nest swiftlet karena memiliki sarang yang berwarna putih.
Ukuran tubuhnya relatif kecil, sekitar 12 cm. Tubuh bagian atas berwarna cokelat kehitaman, dan bagian bawahnya berwarna cokelat. Daerah penyebarannya meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Kalimantan, Palawan, hingga Filipina. A. Fuciphagus yang ditemukan di Jawa umumnya memiliki tunggir (bulu pantat) berwarna cokelat keabu-abuan. Sementara A. Fuciphagus yang hidup di Sumatera dan Kalimantan dari ras vestita tunggirnya berwarna cokelat tua.
Aerodramus fuciphagus memiliki kemampuan terbang yang lebih kuat dibandingkan dengan spesies lainnya. Gaya terbang walet putih ketika mencari mangsa tampak kaku, mirip dengan spesies Aerodramus vanikorensis dan C. esculenta. Spesies ini memiliki lengking suara "tsyiir" yang sangat khas.  Umumnya, A. fuciphagus mendiami tempat-tempat seperti gua kapur dan celah pada batu karang pantai.
Walet Sarang Hitam (Aerodramus maximus)
Penampilan fisik A.maximus sepintas mirip dengan A. fuciphagus. Namun, jika diperhatikan dengan seksama, ada titik perbedaan pada kedua burung ini, yakni terletak pada warna tunggir atau bulu di bagian pantatnya. A. Maximus memiliki bulu tunggir yang berdegradasi, dari keabu-abuan hingga cokelat kehitaman. Panjang tubuhnya 15 cm, belahan ekor tidak dalam, dan memiliki postur badan agak gemuk. Selain itu, burung ini juga mempunyai bulu-bulu halus di sekitar kakinya. Bulu-bulu inilah yang membedakannya dengan spesies walet yang lain.
Aerodramus maximus sering disebut juga black-nest swiftlet atau walet sarang hitam. Pasalnya, sarang yang dihasilkan burung ini cenderung berwarna lebih gelap atau tidak seputih sarang A. fuciphagus. Hal ini disebabkan sarang walet hitam lebih banyak mengandung bulu daripada air liurnya. Karena itu, nilai jualnya tidak setinggi harga sarang walet putih.
Walet sarang hitam banyak dijumpai di daerah pantai berkarang dan perkotaan. Umumnya menempati bangunan kosong atau kolong jalan layang. Daerah penyebarannya meliputi bagian timur Pegunungan Himalaya, Filipina, Palawan, Kalimantan, Sumatera, dan jawa.
Karakteristik dan Kebiasaan Hidup
Walet merupakan burung pemangsa serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Sayapnya yang berbentuk sabit, sempit, dan runcing mendukung burung ini untuk terbang lebih cepat. Namun, walet termasuk burung yang tidak pernah hinggap di pohon. Kakinya yang pendek dan lemah menyebabkan burung ini tidak dapat bertengger di dahan atau batang pohon. Hidupnya lebih banyak dihabiskan di dalam gua-gua atau rumah-rumah yang lembap, remang-remang, sampai gelap.
Walet hanya keluar saat mencari makan dan tidak pernah menetap di tempat terbuka. Karenanya, burung ini juga sering mendapat julukan swifts atau burung layang-layang.  Jika sedang istirahat, walet akan bergantung di sarang dengan cara mencengkramkan kuku kakinya yang tajam ke sarangnya. Namun, jika sampai jatuh ke tanah atau lantai, walet tidak dapat mengentakkan kakinya sebagai tumpuan sehingga lama-kelamaan burung ini mati kehabisan tenaga karena terus berusaha untuk terbang.
a.   Perkembangbiakan
Walet berkembang biak sepanjang tahun. Musim berbiak ditandai dengan banyaknya kawanan walet yang saling berkejaran dan mengeluarkan nyanyian untuk menarik hati lawan jenisnya. Namun walet memilih musim kawin dan berkembang biak menjelang musim hujan. Hal ini disebabkan populasi serangga sebagai sumber makanan walet sangat melimpah pada musim ini. Kebanyakan walet berkembang biak dua kali dalam setahun, yakni pada musim kemarau dan musim hujan.
Proses perkawinan biasanya berlangsung pada malam hari ketika walet telah kembali ke dalam gua atau rumah burung walet. Namun, ada kalanya walet melakukan perkawinan di udara. Setelah 5-8 hari masa perkawinan, walet betina akan bertelur. Dalam satu kali masa bertelur, walet mampu menghasilkan dua butir telur. Interval keluarnya telur pertama dan kedua berselang 2-3 hari. Selanjutnya, telur-telur ini akan dierami selama 1 5-1 7 hari.
Setelah menetas, anak walet akan diasuh induknya sekitar 40 hari hingga siap terbang. Selanjutnya, anak walet mencari serangga makanannya bersama-sama dengan induk dan koloninya.
Tabel Fase perkembangbiakan wallet
Periode
Bulan
Perkembangbiakan
1
Awal Februari 
Walet mulai bertelur

Awal - Akhir Maret
Sebagian besar walet sedang dan masih bertelur

Awal April 
Sebagian kecil walet masih bertelur

Mei - Juli 
Walet-walet muda mulai terbang

Desember - Februari 
Walet-walet muda memasuki fase produksi
2
Awal September 
Walet muda bertelur

Awal - Akhir Oktober 
Sebagian besar walet sedang dan masih bertelur

Desember - Februari 
Walet-walet mulai terbang

Juli-Agustus 
Walet-walet muda memasuki fase reproduksi

b. Ekolokasi
Seperti halnya kelelawar, walet juga mampu melakukan ekolokasi, yakni kemampuan mengeluarkan suara berfrekuensi tertentu secara terputus- putus dan kemudian menangkap, kembali pantulan suara tersebut untuk menentukan jarak dan letak sebuah benda yang memantulkannya. Kemampuan ini memungkinkan walet untuk terbang di tempat yang gelap. Namun, ekolokasi yang dimiliki walet berbeda dengan ekolokasi yang dimiliki kelelawar. Ekolokasi pada walet biasanya disertai dengan suara "lengkingan" yang mampu didengar oleh telinga manusia, sedangkan kelelawar hanya mengeluarkan suara infrasonic berfrekuensi rendah yang tidak mampu didengar manusia.
Suara lengkingan pada walet dihasilkan oleh organ yang terletak di belakang tenggorokan yang disebut cyrinx.  Selain untuk mendeteksi keberadaan benda dan untuk menemukan sarang, ekolokasi pada walet juga digunakan untuk berkomunikasi dan memberikan peringatan kepada walet lain agar tidak mendekati sarangnya.  Namun, tidak semua jenis walet memiliki kemampuan ini. Beberapa spesies yang memiliki kemampuan ekolokasi adalah walet sarang putih (A.fuciphagus),walet sarang hitam (A. maximus),dan walet papua (A. Papuensis).
Habitat Asli
Tempat tinggal setiap walet umumnya berbeda-beda. Beberapa spesies walet memanfaatkan lubang di dinding batu karang, tembok-tembok gedung, ataugua-gua sebagai tempat berkembang biak. Bahkan, ada spesies walet yang sengaja bersarang di gua-gua yang letaknya tepat di belakang air terjun. Untuk masuk dan keluar dari gua tersebut, walet harus terbang menerobos air terjun.
Walet putih (A.fuciphagus) merupakan burung penghuni daerah gelap (darkzone). Karena itu, habitat yang diinginkan adalah lokasilokasi yang tidak terjangkau paparan sinar matahari dengan kisaran suhu yang relatif stabil. Tidak mengherankan jika gua-gua menjadi tempat tinggal utama pilihan burung ini.
Umumnya, walet putih banyak dijumpai di dalam gua-gua alam yang dikelilingi hutan lebat.  Dalam membuat sarang, walet hanya memanfaatkan bagian dinding gua yang bertekstur khusus berupa tonjolan-tonjolan dan lekukanlekukan dangkal, serta memiliki kadar air yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar air di bagian dinding lainnya. Iklim mikro di sekitar gua yang menjadi habitat walet suhunya 24-27° C dengan kelembapan 85-95%. Berikut ini beberapa bagian gua yang sering dihuni walet.
1. Area berputar-putar (roving area), yakni lapangan tempat walet berputar-putar sebelum memasuki gua.
2.  Ruang berputar (roving room), yakni tempat walet berputar-putar sebelum keluar dari gua.
3. Ruang ini terletak di dekat mulut gua bagian dalam. Ruang istirahat (rest room), yakni ruang tempat walet beristirahat, membangun sarang, dan berkembangbiak. Letaknya berada di dalam gua.
Jenis-jenis Sarang Walet dan Mutunya
Sarang walet dihasilkan dari air liur walet. Air liur tersebut diproduksi oleh kelenjar saliva yang berada di bawah lidah. Sebelum melakukan perkawinan, walet betina dan jantan membuat sarang secara bersama-sama. Umumnya, walet jantan menghasilkan rajutan air liur lebih panjang dibandingkan dengan walet betina. Selanjutnya, rajutan air liur itu dibentuk mirip mangkuk kecil dan direkatkan di dinding-dinding gua.  Tidak seluruh spesies walet dapat menghasilkan kualitas sarang yang baik.  Tingginya kualitas sarang walet biasanya ditentukan oleh kandungan kemurnian liurnya. Berdasarkan nilai jualnya, sarang walet merah merupakan sarang termahal, kemudian disusul oleh sarang putih, sarang kuning, sarang biru, dan sarang hitam.
a.   Sarang Merah (Sarang Darah)
Ukuran sarang jenis ini cukup besar, diameternya 9 cm dengan bobot mencapai 9-10 gram. jika ditimbang, dalam satu kilogram berisi 110-115 sarang. Umumnya, terdapat dua jenis sarang merah yang dikenal masyarakat, yakni sarang merah bersifat permanen dan tidak permanen. Sarang berwarna merah bening permanen dianggap paling baik kualitasnya dan dipercaya berkhasiat obat, sedangkan sarang merah tidak permanen dianggap kurang baik kualitas karena warna sarang akan berubah setelah 2-3 bulan dipanen. Selain berkhasiat obat, penyebab lain mahalnya sarang walet merah adalah waktu panennya yang jauh lebih lama dibandingkan dengan sarang walet jenis lain. Proses sarang putih menjadi sarang merah alami
membutuhkan waktu yang relatif lama, yakni sekitar 6 bulan. jauh lebih lama
dibandingkan dengan sarang jenis lain seperti sarang putih yang bisa dipanen
setelah 1-2 bulan.
b.   Sarang Putih (Sarang Perak atau Sarang Kristal)
Sarang putih biasanya didapat dari gedung walet yang pengelolaan-nya dilakukan dengan baik. Biasanya diperoleh melalui metode panen rampasan dan panen buang telur. Harga sarang putih dibedakan berdasarkan ukuran dan kebersihannya. Nilai jualnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sarang kuning atau sarang hitam.
c. Sarang Kuning
Sarang kuning berasal dari sarang putih yang dalam proses pembentukannya mengalami perubahan warna akibat proses kimiawi. Perubahan warna kuning biasanya disebabkan oleh reaksi warna antara dinding gua tempat menempelnya sarang, kelembapan udara yang terlalu tinggi, atau pengaruh tetesan air yang jatuh ke sarang. Kadang-kadang, sarangyang berasal dari gedung walet juga bisa berwarna kuning. Beberapa faktor penyebabnya antara lain pemanenan yang terlambat dilakukan, kelembapan udara yang terlalu tinggi, pencemaran dari tempat menempelnya sarang, serta tahap pemrosesan dan penyimpanan yang tidak baik. jika dilihat dari nilai jualnya, harga sarang kuning cukup rendah. Untuk meningkatkan kualitasnya, sarang kuning harus dicuci hingga sarang berwarna putih kembali.
d. Sarang Biru
Sarang jenis ini biasanya dihasilkan dari air liur walet yang bermutu rendah. Hal ini disebabkan pakan yang dikonsumsi walet kualitasnya kurang baik, misalnya serangga yang diburu walet sudah terkontaminasi limbah pabrik, atau bisa juga air yang diminum sudah tercemar polusi. Selain itu, sarang biru juga dihasilkan dari sarang putih yang mengalami perubahan warna akibat sering terkena air atau kelembapan udara yang terlalu tinggi di dalam gua atau rumah walet.
e.   Sarang Hitam
Sarang walet hitam sering ditemukan di dalam gua.  Terbuat dari campuran air liur dengan bulu walet. Sarang ini dihasilkan oleh spesies A. maximus. Dibandingkan dengan sarang walet lain, mutu sarang walet hitam dianggap paling rendah.
Khasiat dan Manfaat Sarang Burung Walet
Salah satu hal yang menyebabkan orang tergiur untuk mengonsumsi makanan yang terbuat dari sarang burung walet adalah khasiatnya yang bisa menjaga vitalitas dan menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk penyakit berat seperti kanker. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para pakar kesehatan diketahui bahwa sarang walet mengandung 17 asam amino, baik asam amino esensial, semi-esensial, maupun non-esensial. Sementara itu, Mardiastuti et al (1996) dalam laporannya menyebutkan, di dalam sarang walet terkandung 8,1% N; 0,02% P; 1,7% K; 1,6% Ca; 13,8% karbohidrat; 0,9% lemak; 0,29% serat kasar; 50,8% protein; 1Ij% abu; 19,9% air; 2,3 mg/g vitamin C; 9,1 IU/g vitamin A; dan 2,5 mg/g Niacin.
Menurut dr Cheng Ce, spesialis kanker dari Sekolah Kedokteran Tradisional di Provinsi Henan, Cina, mengatakan liur dari kelenjar glandula sub-lingualis walet terbukti dapat meningkatkan daya tahan tubuh (food supplement), tetapi tidak mengobati penyakit. Dengan mengonsumsi sarang walet secara rutin dapat menstimulus kinerja organ-organ tubuh menjadi lebih baik.
Beberapa manfaat lain sarang burung walet adalah mencegah serangan bakteri, memelihara kecantikan tubuh, anti-aging, menghilangkan pengaruh alkohol, dan meningkatkan konsentrasi. Kandungan kalsium yang terkandung dalam sarang burung walet juga berguna untuk mencegah pengeroposan tulang.
Walet diketahui  mengandung protein yang cukup tinggi.  Kandungan protein yang berasal dari sarang walet dapat berfungsi sebagai zat pembangun yang bertugas membentuk sel-sel dan jaringan baru yang berperan aktif selama proses metaboli sme di dalam tubuh. Protein yang berasal dari sarang walet juga memiliki ikatan senyawa yang lebih kompleks daripada protein nabati. Bahkan, salah satu senyawa turunannya, yakni azitothymidine, telah diteliti mampu melawan virus HIV.

Potensi Ekonomi Walet
  • Harga pasar gelap Rp5 juta per kg.
  •  Harga resmi bisa mencapai Rp37 juta per kg.
  •  Potensi ekspor sarang burung walet diperkirakan bisa mencapai Rp6 triliun.
  •  Potensi ekspor sarang burung walet Indonesia mencapai 200 ton per tahun. Sedangkan produksinya bisa mencapai 400 ton per tahun.
  • Walet produk Indonesia hampir 90% nya untuk kebutuhan ekspor.
  • Konsumen terbesar SBW adalah China, sekitar 60%-70 % ekspor Indonesia diserap oleh China
  •  Harga rata-rata kisaran sarang walet mentah sebelum proses sekitar US$ 1500. Tetapi setelah diproses bisa mencapai US$ 2.500 bahkan lebih.

2 komentar:

  1. Apakah bisnis rumah untuk sarang walet masih bagus untuk saat ini?

    BalasHapus