Halaman

Rabu, 29 Agustus 2012

MENGETUK PINTU REZEKI


Mengapa pintu rezeki kadang begitu susah di buka? Padahal, setiap anak Adam yang lahir ke dunia sudah ada jatah rezekinya.  Jangan-jangan kita salah pintu.  Atau pintu itu tersumbat.  Kita harus menemukan kuncinya.
Setiap kita mendambakan kebahagiaan.  Apapun bentuknya.  Adalah di antara kemurahan Allah ketika Dia menjadikan salah satu sumber kebahagiaan itu adalah harta.  Karenanya, ketika Allah memerintahkan untuk mengejar kehidupan akhirat, Dia mengiringi dengan perintah untuk mengambil bagian kesenangan duniawi.  Jadi, mencari atau menyongsong rezeki duniawi bukanlah sesuatu yang salah ketika tidak mengabaikan ibadah pada Allah.  Bahkan usaha tersebut bisa jadi bernilai pahala saat diniatkan pada Allah.
Tapi, mengapa rezeki kadang begitu susah didapat? Padahal, setiap anak Adam yang lahir kedunia sudah ada jatah rezekinya.  Rezeki yang diberikan Allah takkan pindah ke tangan orang lain.  Seandainya pindah, berarti rezeki itu bukan jatahnya.  Jangan-jangan kita salah pintu.  Kita mengetuk pintu rezeki yang salah.  Atau kita tak punya kunci sama sekali untuk membuka pintu rezeki.  Atau memang pintu itu masih tersumbat sehingga mesti dicari kuncinya untuk bisa dibuka.
Sebenarnya, kita tak perlu susah-susah melacak kunci itu.  Keberadaan dan ciri-cirinya sudah dipaparkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.  Sudah ada.  Kita tinggal mengambilnya atau mengamalkannya.
Di antara kunci diturunkannya rezeki adalah istigfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah.  Ada yang menyangka bahwa istigfar dan taubat hanya cukup dengan lisan semata.  Padahal tidak demikian.
Imam Nawawi menjelaskan taubat dengan ungkapan,”Bertaubat dari setiap dosa hukumnya wajib.  Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga.  Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut.  Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.  Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.  Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan dengan manusia, maka syaratnya ada empat.  Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut.  Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.  Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf kepadanya.  Jika berupa ghibah (mengunjing), maka ia harus meminta maaf.”
Beberapa nash al-Qur’an dan Hadist menunjukkan bahwa istigfar dan taubat termasuk sebab datangnya rezeki.  Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka,’Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,’sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai,” (QS Nuh: 10-12).
Umar bin Khaththab juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat ini ketika memohon hujan kepada Allah.  Diriwayatkan, suatu ketika Umar keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak.  Ia tidak lebih dari mengucapkan istigfar (memohon ampun kepada Allah) lalu pulang.  Seseorang bertanya kepadanya,”Aku tak mendengar anda memohon hujan.” Maka ia menjawab,”aku memohon diturunkannya hujan dengan menengadah ke langit yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan.” Lalu ia membaca ayat,” Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,”(QS Nuh: 10-11).
Hasan Bashri, seorang tabiin, juga menganjurkan istigfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.  Imam al-Qurthubi mengisahkan,”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Hasan Bashri tentang kegersangan (bumi).  Ia berkata,”Beristigfarlah kepada Allah!” Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, ia juga berkata,’ Beristigfarlah kepada Allah!’ yang lain lagi berkata kepadanya,’Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!’ Maka, ia mengatakan kepadanya,’Beristigfarlah kepada Allah!’ Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya.  Ia pun berkata,’Beristigfarlah kepada Allah!’
Dalam riwayat lain disebutkan, Rabi’ bin Shabih pernah bertanya pada Hasan Bashri,”banyak orang mengadukan macam-macam (perkara) dan anda memerintahkan mereka untuk beristigfar.”  Hasan Bashri menjawab,”Aku tak mengatakan hal itu dari diriku sendiri.  Tetapi sungguh Allah berfirman,’Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai,”(QS Nuh:10-12).
Dalam ayat lain Allah berfirman,”Dan (Hud berkata),’Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’,” (QS Hud:52).
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas menyatakan,” Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristigfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan.  Kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi.  Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rezekinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya.  Karena itu, Allah berfirmn, ‘Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu”.
Dalam salah satu hadistnya, rasulullah saw bersabda,” Barangsiapa memperbanyak istigfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah akan menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR Ahmad, Abu Dawud,an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim).
Dalam hadist lain, Nabi saw mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istigfar.  Salah satunya yaitu, bahwa Allah yang Maha Memberi Rezeki, akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tak pernah terbetik dalam hatinya.  Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rezeki hendaklah bersegera memperbanyak istigfar, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Hal lain yang bisa mengundang turunnya rezeki adalah taqwa.  Allah berfirman,”barangispa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya.  Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,”(QS ath-Thalaq:2-3).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan,”Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.”Abdullah bin mas’ud berkata,”sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian janji  jalan keluar adalah,”Barangsiapa bertaqwa kepda Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya,”(Tafsir ibnu katsir, 4/400).
Dalam ayat lain Allah dengan jelas menegaskan,” Jikaulah sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri,”(QS al-A’raf: 96).
Ketika menafsirkan firman Allah,’pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi’, Abdullah bin Abbas, seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan keluasan ilmu, mengatakan,”Niscaya Kami lapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkannya dari segala arah,” (Tafsir Abu As-Su’ud, 3/253).
Menurut Imam ar-Razi, maksud firman Allah,’ berbagai keberkahan dari langit dan bumi’, adalah keberkahan langit dengan turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berbagai tanaman dan buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan dan keselamatan.  Langit laksana ayah, dan bumi laksana ibu.  Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan penciptaan dan pengurusan Allah (Tafsir at-Tahrir wa Tanwir, 9/22).
Di antara kunci rezeki lainnya adalah beribadah pada Allah sepenuhnya.  Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda,” Sesungguhnya Allah SWT berfirman,’Wahai  anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)’.” (Al-Musnad, no. 8681, 16/284.  Jami’ut Tirmidzi, Abwabul Shifatil Qiyamah, bab no. 2583, 7/140).
Dalam hadist tersebut Nabi saw menjelaskan, Allah menjanjikan pada orang yang beribadah kepada-Nya sepenuhnya dengan dua hadiah. Yaitu, mengisi hati orang yang beribadah kepada-Nya sepenuhnya dengan kekayaan serta memenuhi kebutuhannya.  Sebaliknya, mengancam yang tidak beribadah kepada-Nya sepenuhnya dengan dua siksa. Yaitu, Allah memenuhi kedua tangan orang itu dengan berbagai kesibukan, dan ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya, sehingga ia tetap membutuhkan manusia.
Selain itu, rezeki bisa juga turun melalui silaturahim.  Beberapa hadist dan atsar menunjukkan bahwa Allah SWT mejadikan silaturahim termasuk di antara sebab kelapangan rezeki.  Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,” Siapa yang senang untuk dilapangkan  rezekinya dan diakhirkan ajalnya(dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim,”
Dalam hadist lain, Nabi saw    bersabda,”Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturahim.  Karena sesungguhnya silaturahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta dan bertambahnya usia,” (Al-Musnad, no.8855, 17/142.  Jami’ut Tirmidzi, Abwabul Birri wash Shillsh, Bab ma Ja’a fi Ta’limin Nasab, no.2045).
(Sumber: Sabili Desember 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar