Mengapa pintu rezeki kadang begitu susah di buka? Padahal, setiap anak Adam yang lahir ke dunia sudah ada jatah rezekinya. Jangan-jangan kita salah pintu. Atau pintu itu tersumbat. Kita harus menemukan kuncinya.
Setiap kita mendambakan
kebahagiaan. Apapun bentuknya. Adalah di antara kemurahan Allah ketika Dia
menjadikan salah satu sumber kebahagiaan itu adalah harta. Karenanya, ketika Allah memerintahkan untuk
mengejar kehidupan akhirat, Dia mengiringi dengan perintah untuk mengambil
bagian kesenangan duniawi. Jadi, mencari
atau menyongsong rezeki duniawi bukanlah sesuatu yang salah ketika tidak
mengabaikan ibadah pada Allah. Bahkan
usaha tersebut bisa jadi bernilai pahala saat diniatkan pada Allah.
Tapi, mengapa rezeki kadang begitu susah
didapat? Padahal, setiap anak Adam yang lahir kedunia sudah ada jatah
rezekinya. Rezeki yang diberikan Allah
takkan pindah ke tangan orang lain.
Seandainya pindah, berarti rezeki itu bukan jatahnya. Jangan-jangan kita salah pintu. Kita mengetuk pintu rezeki yang salah. Atau kita tak punya kunci sama sekali untuk
membuka pintu rezeki. Atau memang pintu
itu masih tersumbat sehingga mesti dicari kuncinya untuk bisa dibuka.
Sebenarnya, kita tak perlu susah-susah
melacak kunci itu. Keberadaan dan
ciri-cirinya sudah dipaparkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Sudah ada.
Kita tinggal mengambilnya atau mengamalkannya.
Di antara kunci diturunkannya rezeki
adalah istigfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah. Ada yang menyangka bahwa istigfar dan taubat
hanya cukup dengan lisan semata. Padahal
tidak demikian.
Imam Nawawi menjelaskan taubat dengan
ungkapan,”Bertaubat dari setiap dosa hukumnya wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan
Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada
tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua,
ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.
Ketiga, ia harus berkeinginan
untuk tidak mengulanginya lagi. Jika
salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan dengan
manusia, maka syaratnya ada empat.
Ketiga syarat di atas dan keempat,
hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya
maka ia harus mengembalikannya. Jika
berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya
kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (mengunjing), maka ia
harus meminta maaf.”
Beberapa nash al-Qur’an dan Hadist
menunjukkan bahwa istigfar dan taubat termasuk sebab datangnya rezeki. Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka,’Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu,’sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai,” (QS Nuh: 10-12).
Umar bin Khaththab juga berpegang dengan
apa yang terkandung dalam ayat ini ketika memohon hujan kepada Allah. Diriwayatkan, suatu ketika Umar keluar untuk
memohon hujan bersama orang banyak. Ia
tidak lebih dari mengucapkan istigfar (memohon ampun kepada Allah) lalu
pulang. Seseorang bertanya
kepadanya,”Aku tak mendengar anda memohon hujan.” Maka ia menjawab,”aku memohon
diturunkannya hujan dengan menengadah ke langit yang dengannya diharapkan bakal
turun air hujan.” Lalu ia membaca ayat,” Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,”(QS Nuh: 10-11).
Hasan Bashri, seorang tabiin, juga
menganjurkan istigfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan
kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan
kebun-kebun. Imam al-Qurthubi
mengisahkan,”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Hasan Bashri tentang
kegersangan (bumi). Ia
berkata,”Beristigfarlah kepada Allah!” Yang lain mengadu kepadanya tentang
kemiskinan, ia juga berkata,’ Beristigfarlah kepada Allah!’ yang lain lagi
berkata kepadanya,’Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!’ Maka,
ia mengatakan kepadanya,’Beristigfarlah kepada Allah!’ Dan yang lain lagi
mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya.
Ia pun berkata,’Beristigfarlah kepada Allah!’
Dalam riwayat lain disebutkan, Rabi’ bin
Shabih pernah bertanya pada Hasan Bashri,”banyak orang mengadukan macam-macam
(perkara) dan anda memerintahkan mereka untuk beristigfar.” Hasan Bashri menjawab,”Aku tak mengatakan hal
itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh
Allah berfirman,’Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan
untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai,”(QS
Nuh:10-12).
Dalam ayat lain Allah berfirman,”Dan (Hud berkata),’Hai kaumku, mohonlah ampun
kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia akan menambahkan
kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’,”
(QS Hud:52).
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di
atas menyatakan,” Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristigfar yang
dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan.
Kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka
hadapi. Barangsiapa memiliki sifat
seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rezekinya, melancarkan urusannya dan
menjaga keadaannya. Karena itu, Allah
berfirmn, ‘Niscaya Dia menurunkan hujan
yang sangat lebat atasmu”.
Dalam salah satu hadistnya, rasulullah
saw bersabda,” Barangsiapa memperbanyak istigfar (mohon ampun kepada Allah),
niscaya Allah akan menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk
setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal)
dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR Ahmad, Abu Dawud,an-Nasa’i, Ibnu
Majah dan al-Hakim).
Dalam hadist lain, Nabi saw mengabarkan
tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak
istigfar. Salah satunya yaitu, bahwa
Allah yang Maha Memberi Rezeki, akan memberikan rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tak pernah terbetik dalam hatinya. Karena itu, kepada orang yang mengharapkan
rezeki hendaklah bersegera memperbanyak istigfar, baik dengan ucapan maupun
perbuatan.
Hal lain yang bisa mengundang turunnya
rezeki adalah taqwa. Allah berfirman,”barangispa yang bertaqwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya,”(QS ath-Thalaq:2-3).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
mengatakan,”Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dengan melakukan
apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, niscaya Allah
akan memberinya jalan keluar serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka,
yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.”Abdullah bin mas’ud
berkata,”sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian janji jalan keluar adalah,”Barangsiapa bertaqwa kepda Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan
keluar baginya,”(Tafsir ibnu katsir, 4/400).
Dalam ayat lain Allah dengan jelas
menegaskan,” Jikaulah sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri,”(QS
al-A’raf: 96).
Ketika menafsirkan firman
Allah,’pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi’, Abdullah bin Abbas, seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan keluasan
ilmu, mengatakan,”Niscaya Kami lapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan
kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkannya dari segala arah,” (Tafsir Abu
As-Su’ud, 3/253).
Menurut Imam ar-Razi, maksud firman
Allah,’ berbagai keberkahan dari langit dan bumi’, adalah keberkahan langit
dengan turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berbagai tanaman dan
buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan
dan keselamatan. Langit laksana ayah,
dan bumi laksana ibu. Dari keduanya
diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan penciptaan dan
pengurusan Allah (Tafsir at-Tahrir wa Tanwir, 9/22).
Di antara kunci rezeki lainnya adalah
beribadah pada Allah sepenuhnya. Imam
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi
saw bersabda,” Sesungguhnya Allah SWT berfirman,’Wahai anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu,
niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu
(kepada manusia)’.” (Al-Musnad, no. 8681, 16/284. Jami’ut Tirmidzi, Abwabul Shifatil Qiyamah,
bab no. 2583, 7/140).
Dalam hadist tersebut Nabi saw
menjelaskan, Allah menjanjikan pada orang yang beribadah kepada-Nya sepenuhnya
dengan dua hadiah. Yaitu, mengisi hati orang yang beribadah kepada-Nya
sepenuhnya dengan kekayaan serta memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, mengancam yang tidak beribadah
kepada-Nya sepenuhnya dengan dua siksa. Yaitu, Allah memenuhi kedua tangan
orang itu dengan berbagai kesibukan, dan ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya,
sehingga ia tetap membutuhkan manusia.
Selain itu, rezeki bisa juga turun melalui
silaturahim. Beberapa hadist dan atsar
menunjukkan bahwa Allah SWT mejadikan silaturahim termasuk di antara sebab
kelapangan rezeki. Imam Bukhari meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw bersabda,” Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya(dipanjangkan
umurnya), hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim,”
Dalam hadist lain, Nabi saw bersabda,”Belajarlah tentang nasab-nasab
kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturahim. Karena sesungguhnya silaturahim adalah (sebab
adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta
dan bertambahnya usia,” (Al-Musnad, no.8855, 17/142. Jami’ut Tirmidzi, Abwabul Birri wash Shillsh,
Bab ma Ja’a fi Ta’limin Nasab, no.2045).
(Sumber:
Sabili Desember 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar